HAK CIPTA
a.
Sejarah Hak Cipta di Indonesia
Pada tahun 1958, Perdana Menteri Ir. R. Djoeanda Kartawidjaja menyatakan
Indonesia keluar dari Konvensi Bern agar para intelektual Indonesia bisa
memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karya bangsa asing tanpa harus membayar
royalti.
Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak
cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan
menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
, yang merupakan
undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang tersebut
kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12
Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang
kini berlaku.
Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam
hubungan antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO), yang mencakup
pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights – TRIPs
(“Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual”). Ratifikasi
tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun
1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden
Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property
Organization Copyrights Treaty (“Perjanjian Hak Cipta WIPO”) melalui Keputusan
Presiden Nomor 19 Tahun 1997.
(http://www.yrci.or.id/sejarah-hak-cipta-di-indonesia/)
b.
Pengertian dan Fungsi Hak Cipta
Pengertian Hak Cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak
cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk
itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
undang-undang hak cipta yang berlaku. Pencipta adalah orang atau beberapa orang
secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan
kemampuan pikiran, imajinasi, keterampilan/ keahlian, kecekatan, yg dituangkan ke dalam bentuk khas dan
bersifat pribadi. Ciptaan ialah hasil dari setiap karya pencipta yang
menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, sastra dan/ seni.
Pemegang Hak Cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta/ pihak yg
menerima hak cipta tersebut dari pencipta/ pihak lain yang menerima lebih
lanjut hak cipta tersebut. Pengumuman hak cipta ialah pembacaan, pameran,
penyiaran, penjualan, pengedaran/ penyebaran suatu ciptaan (hak cipta) dengan
menggunakan alat apapun, termasuk media internet/ melakukan dengan cara apapun
sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, dilihat atau didengar orang lain.
Perbanyakan hak cipta merupakan penambahan jumlah sesuatu ciptaan, baik scara
keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial degan menggunakan bahan yang
sama ataupun tidak sama, trmasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer
hak cipta.
Hasil Ciptaan yang dilindungi Undang-undang hak cipta ( uu hak cipta No.
19/2002) adalah karya cipta dalam tiga bidang, yaitu hak cipta ilmu
pengetahuan, hak cipta seni dan hak cipta sastra yang mencakup :
Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang
diterbitkan dan semua hasil karya tulis lain;
Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
alat peraga yg dibuat untuk kpentingan pendidikan & ilmu pengetahuan;
musik/ lagu dengan atau tanpa teks;
drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pentomim;
seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni
kaligrafi, kolas, seni patung dan seni
terapan;
arsitektur;
peta;
seni batik;
fotografi;
sinematografi;
terjemahan, bunga rampai, tafsir, saduran, database dan karya lain dari
hasil pengalihwujudan.
Dalam
Pengertian hak cipta, pemahaman yang benar tentang ruang lingkup hak cipta
diperlukan untuk menghindari adanya kerancuan pengertian hak cipta yang sering
terjadi di masyarakat Indonesia. hak cipta yang berkaitan dengan banyaknya
produk budaya bangsa yang diklaim pihak asing, beberapa kalangan minta agar
Pemerintah segera "mematenkan" hak cipta produk seni budaya tersebut.
Dalam kasus hak cipta ini, istilah "mematenkan" tidak tepat, sebab
"paten" hanya layak diterapkan bagi hak kekayaan industri, yaitu hak
paten, bukan untuk hak cipta.
Secara hakiki Hak cipta termasuk hak milik immaterial karena menyangkut
gagasan pemikiran, ide, maupun imajinasi dari seseorang yang dituangkan dalam
bentuk karya cipta/ hak cipta, seperti hak cipta buku ilmiah, hak cipta
karangan sastra, maupun hak cipta karya seni.
Di samping itu, dalam hak cipta juga dikenal adanya beberapa prinsip
dasar hak cipta, sebagai berikut:
1. yg dilindungi hak cipta adalah ide yang telah berwujud dan asli
(orisinal);
2. Hak cipta timbul dengan sendirinya (otomatis);
3. Hak cipta merupakan hak yang diakui hukum (legal right) yang harus
dibedakan dari penguasaan fisik suatu ciptaan;
4. hak cipta bukan hak mutlak (absolut).
Demikianlah pembahasan mengenai pengertian hak cipta dalam tulisan ini, semoga
tulisan saya mengenai pengertian hak cipta dapat bermanfaat.
Buku Hukum Hak Kekayaan Intelektual yang digunakan dalam penulisan ini:
- Iswi Hariyani, 2010. Prosedur Mengurus HAKI Yang Benar. Penerbit
Pustaka Yustisia: Jakarta.
c.
Hak-hak yang tercakup dalam hak cipta ( Hak
eksklusif )
Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta
adalah hak untuk:
membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan
tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
mengimpor dan mengekspor ciptaan,
menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi
ciptaan),
menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,
menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak
lain.
Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa
hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut,
sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa
persetujuan pemegang hak cipta.
Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif
pemegang hak cipta termasuk "kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi,
mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor,
memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan
mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun"[2].
Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula "hak
terkait", yang berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak
eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari,
dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur
pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau
disiarkan oleh mereka masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab
VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak
rekaman suara nyanyiannya.
Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan,
misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4).
Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya
tersebut dengan lisensi, dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).
Hak ekonomi dan hak moral
Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu
ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia juga
mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak
moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan,
dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.
Menurut konsep Hukum Kontinental (Prancis), "hak pengarang"
(droit d'aueteur, author right) terbagi menjadi "hak ekonomi" dan
"hak moral" (Hutagalung, 2012).
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan
"hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi
atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta
atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan
apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan[2]. Contoh
pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun
misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak
lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta. (https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta)
d.
Cara pendaftaran Hak Cipta
Setiap negara menerapkan persyaratan yang berbeda untuk menentukan
bagaimana dan bilamana suatu karya berhak mendapatkan hak cipta; di Inggris
misalnya, suatu ciptaan harus mengandung faktor "keahlian, keaslian, dan
usaha". Pada sistem yang juga berlaku berdasarkan Konvensi Bern, suatu hak
cipta atas suatu ciptaan diperoleh tanpa perlu melalui pendaftaran resmi
terlebih dahulu; bila gagasan ciptaan sudah terwujud dalam bentuk tertentu,
misalnya pada medium tertentu (seperti lukisan, partitur lagu, foto, pita
video, atau surat), pemegang hak cipta sudah berhak atas hak cipta tersebut.
Namun, walaupun suatu ciptaan tidak perlu didaftarkan dulu untuk melaksanakan
hak cipta, pendaftaran ciptaan (sesuai dengan yang dimungkinkan oleh hukum yang
berlaku pada yurisdiksi bersangkutan) memiliki keuntungan, yaitu sebagai bukti
hak cipta yang sah.
Pemegang hak cipta bisa jadi adalah orang yang memperkerjakan pencipta
dan bukan pencipta itu sendiri bila ciptaan tersebut dibuat dalam kaitannya
dengan hubungan dinas. Prinsip ini umum berlaku; misalnya dalam hukum Inggris
(Copyright Designs and Patents Act 1988) dan Indonesia (UU 19/2002 pasal 8).
Dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia, terdapat perbedaan penerapan
prinsip tersebut antara lembaga pemerintah dan lembaga swasta (https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta)
e.
Pengecualian dan batasan hak Cipta
Perkecualian
hak cipta dalam hal ini berarti tidak berlakunya hak eksklusif yang diatur
dalam hukum tentang hak cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah doktrin
fair use atau fair dealing yang diterapkan pada beberapa negara yang
memungkinkan perbanyakan ciptaan tanpa dianggap melanggar hak cipta. (https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta)
h HAK PATEN
a.
Sejarah Hak Paten
kepemilikan hak paten pertama kali muncul pada awal ditemukannya berbagai
teknologi di Eropa pada Abad Kegelapan. Pengaturan paten di muat dalam
undang-undang pertama kali di Venice, Italia pada tahun 1470. Hak paten ini
diberikan pada ilmuwan ternama Caxton, Galileo Galilei, dan Johannsburg
Guttenberg. Mereka mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka itu. Lantas, ide
ini menyebar ke penjuru Eropa pada abad ke 16. Salah satunya diadopsi oleh
kerajaan Inggris di Zaman Tudor. Temuan dan pengakuan paten ini mendorong
sektor industri berkembang luas hingga memuncak pada Revolusi Industri di
Inggris. Di Inggris sendiri hukum paten lahir pada 1623 yaitu Statute of
Monopolies (1623). Lalu gagasan ini berpindah ke Amerika Serikat seiring
ditemukannya benua baru itu. Setelah merdeka, Amerika Serikat mempunyai undang-undang
Paten pada tahun 1791. Pada awal ditemukannya telepon oleh Alexander Graham
Bell, dia menjadi orang kaya atas temuannya tersebut. Sebab hasil karyanya
dipakai oleh jutaan orang. Kata "paten" berasal dari bahasa Yunani,
yang artinya adalah 'terbuka'. Lawan katanya adalah "laten" yang
berarti 'terselubung'. Lalu istilah ini mengalami konstruksi secara hukum. Di
Inggris dikenal istilah letters patent, yaitu surat keputusan yang dikeluarkan
oleh kerajaan yang memberikan hak eksklusif kepada individu dan pelaku bisnis
tertentu. Dari definisi kata paten itu sendiri, konsep paten untuk membuka
pengetahuan demi kemajuan masyarakat dan sebagai gantinya, inventor mendapatkan
hak eklusif selama periode tertentu (20 tahun untuk Paten Biasa, dan 10 tahun
untuk Paten Sederhana). Dalam perkembangannya, segala macam invensi dapat
dipatenkan, dengan syarat invensi tersebut berguna dan produk baru dalam
lapangan teknologi yang bersangkutan. Seperti senyawa kimia, mesin, proses
pembuatan dapat dipatenkan.
b.
Pengertian dan UUD Hak Paten
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada penemu atas
hasil penemuannya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu
melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada
pihak lain untuk melaksanakannya. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 1). Sementara itu, arti Invensi dan Inventor (yang
terdapat dalam pengertian di atas, juga menurut undang-undang tersebut,
adalah): Invensi adalah ide Inventor
yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di
bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan
pengembangan produk atau proses. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 2)
Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang
secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang
menghasilkan Invensi. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 3) Kata paten, berasal dari
bahasa inggris patent, yang awalnya berasal dari kata patere yang berarti
membuka diri (untuk pemeriksaan publik), dan juga berasal dari istilah letters
patent, yaitu surat keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang memberikan hak
eksklusif kepada individu dan pelaku bisnis tertentu. Dari definisi kata paten
itu sendiri, konsep paten mendorong inventor untuk membuka pengetahuan demi
kemajuan masyarakat dan sebagai gantinya, inventor mendapat hak eksklusif
selama periode tertentu. Mengingat pemberian paten tidak mengatur siapa yang
harus melakukan invensi yang dipatenkan, sistem paten tidak dianggap sebagai
hak monopoli. Hak paten diatur dalam Undang Undang No 14 Tahun 2001 tentang
paten. Dalam undang-undang ini diatur mengenai syarat paten, jangka waktu berlakunya
paten, hak dan kewajiban inventor sebagai penemu invensi, tata cara permohonan
hak paten, pegumuman dan pemeriksaan substansif dll. Dengan adanya
undang-undang ini maka diharapkan akan ada perlindungn terhadap kerya
intelektual dari putra dan putri indonesia. (https://olestyck.wordpress.com/2014/03/22/undang-undang-hak-paten/
)
c.
Syarat-syarat Hak Paten
Syarat mendapatkan hak paten ada tiga yaitu penemuan tersebut merupakan
penemuan baru. Yang kedua, penemuan tersebut diproduksi dalam skala massal atau
industrial. Suatu penemuan teknologi, secanggih apapun, tetapi tidak dapat
diproduksi dalam skala industri (karena harganya sangat mahal / tidak
ekonomis), maka tidak berhak atas paten. Yang ketiga, penemuan tersebut
merupakan penemuan yang tidak terduga sebelumnya (non obvious). Jadi bila
sekedar menggabungkan dua benda tidak dapat dipatenkan. Misalnya pensil +
penghapus menjadi pensil dengan penghapus diatasnya. Hal ini tidak bisa
dipatenkan
HAK MEREK
a.
Pengertian
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,
angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Pengertian dari Hak Merek adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara
kepada pemilik merek terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu
tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan ijin kepada
pihak lain untuk menggunakannya.
b.
Macam-macam Merek
Merek dapat dibedakan dalam beberapa macam, antara lain:
Merek Dagang: merek digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh
seseorang/beberapa orang/badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis.
Merek Jasa: merek digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh
seseorang/beberapa
orang/badan hukun untuk membedakan dengan jasa sejenis.
Merek Kolektif: merek digunakan pada barang/jasa dengan karakteristik
yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang/badan hukum secara
bersama-sama untuk membedakan dengan barang/ jasa sejenisnya.
c.
Fungsi Merek
Menurut Endang Purwaningsih, suatu merek digunakan oleh produsen atau
pemilik merek untuk melindungi produknya, baik berupa jasa atau barang dagang
lainnya, menurut beliau suatu merek memiliki fungsi sebagai berikut:
Fungsi pembeda, yakni membedakan produk yang satu dengan produk
perusahaan lain
Fungsi jaminan reputasi, yakni selain sebagai tanda asal usul produk,
juga secara pribadi menghubungkan
reputasi produk bermerek tersebut dengan produsennya, sekaligus memberikan
jaminan kualitas akan produk tersebut.
Fungsi promosi, yakni merek juga digunakan sebagai sarana memperkenalkan
dan mempertahankan reputasi produk lama yang diperdagangkan, sekaligus untuk
menguasai pasar.
Fungsi rangsangan investasi dan pertumbuhan industri, yakni merek dapat
menunjang pertumbuhan industri melalui penanaman modal, baik asing maupun dalam
negeri dalam menghadapi mekanisme pasar bebas.
Fungsi merek dapat dilihat
dari sudut produsen, pedagang dan konsumen. Dari segi produsen merek digunakan
untuk jaminan nilai hasil produksinya, khususnya mengenai kualitas, kemudian
pemakaiannya, dari pihak pedagang, merek digunakan untuk promosi barang-barang
dagangannya guna mencari dan meluaskan pasaran, dari pihak konsumen, merek
digunakan untuk mengadakan pilihan barang yang akan dibeli.
Sedangkan, Menurut Imam Sjahputra, fungsi merek adalah sebagai berikut:
a. Sebagai tanda pembeda (pengenal);
b. Melindungi masyarakat konsumen ;
c. Menjaga dan mengamankan kepentingan produsen;
d. Memberi gengsi karena reputasi;
e. Jaminan kualitas.
d.
Persyaratan dan Pendaftaran Merek
Sistem pendaftaran merek menganut stelsel konstitutif, yaitu sistem
pendaftaran yang akan menimbulkan suatu hak sebagai pemakai pertama pada merek,
pendaftar pertama adalah pemilik merek. Pihak ketiga tidak dapat menggugat
sekalipun beritikad baik.
Pemohon dapat berupa:
1. Orang/Persoon
2. Badan Hukum / Recht Persoon
3. Beberapa orang / Badan Hukum (Pemilikan Bersama)
Dalam melakukan Prosedur pendaftaran merek, hal yang biasanya kita
lakukan adalah sebagai berikut:
1. Isi formulir yang telah disediakan oleh DitJen HKI (Hak Kekayaan
Intelektual) dalam Bahasa
Indonesia dan diketik rangkap
empat.
2. Lampirkan syarat-syarat berupa:
Surat pernyataan di atas kertas bermeterai Rp6.000 serta ditandatangani
oleh pemohon
langsung (bukan kuasa pemohon), yang menyatakan bahwa merek yang
dimohonkan adalah milik pemohon;
Surat kuasa khusus, apabila permohonan pendaftaran diajukan melalui kuasa
pemohon;
Salinan resmi Akta Pendirian Badan Hukum atau fotokopinya yang
ditandatangani oleh notaris,
Apabila pemohon badan hukum;
24 lembar etiket merek [empat lembar dilekatkan pada formulir] yang
dicetak di atas kertas;
Fotokopi KTP pemohon;
Bukti prioritas asli dan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia apabila
permohonan dilakukan dengan hak
prioritas; dan
Bukti pembayaran biaya permohonan merek sebesar Rp450.000.
Merek tidak dapat didaftar jika:
Bertentangan dengan peraturan UU, moralitas agama, kesusilaan, atau
ketertiban umum
Tidak memiliki daya pembeda
Telah menjadi milik umum
Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang
dimohonkan pendaftarannya
e.
Fungsi Pendafaran Merek
1. Sebagai alat bukti sebagai pemilik yang berhak atas merek yang
didaftarkan;
2. Sebagai dasar penolakan terhadap merek yang sama keseluruhan atau sama
pada pokoknya yang dimohonkan pendaftaran oleh orang lain untuk barang/jasa
sejenisnya;
3. Sebagai dasar untuk mencegah orang lain memakai merek yang sama
keseluruhan atau sama
pada pokoknya dalam peredaran untuk barang / jasa.
f.
UUD Hak Merek
Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (UUM).
Merek diberi upaya perlindungan hukum yang lain, yaitu dalam wujud
Penetapan Sementara Pengadilan untuk melindungi Mereknya guna mencegah kerugian
yang lebih besar. Di samping itu, untuk memberikan kesempatan yang lebih luas
dalam penyelesaian sengketa dalam undang-undang ini dimuat ketentuan tentang
Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa.
2. Lisensi
Pemilik merek terdaftar
berhak memberikan lisensi kepada pihak lain dengan perjanjian bahwa lisensi
akan menggunakan merek tersebut untuk sebagian atau seluruh jenis barang atau
jasa. Perjanjian lisensi wajib dimohonkan pencatatannya pada DJHKI dengan
dikenai biaya dan akibat hukum dari pencatatan perjanjian lisensi wajib
dimohonkan pencatatan pada DJHKI dengan dikenai biaya dan akibat hukum dari
pencatatan perjanjian lisensi berlaku pada pihak-pihak yang bersangkutan dan
terhadap pihak ketiga.
3. Pengalihan Merek
Merek terdaftar atau dialihkan dengan cara:
1 Perwarisan;
2 Wasiat;
3 Hibah;
4 Perjanjian;
5 Sebab-sebab lain yang dibenarkan
oleh peraturan perundang-undangan.
3. Merek yang Tidak Dapat Didaftar
Merek tidak dapat didaftarkan karena merek tersebut:
Didaftarkan oleh pemohon yang bertikad tidak baik;
Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas
keagamaan, kesusilaan, atau
ketertiban umum;
Tidak memiliki daya pembeda;
Telah menjadi milik umum; atau
Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang
atau jasa yang dimohonkan
pendaftarannya.(Pasal 4 dan Pasal 5 UUM)
4. Penghapusan Merek Terdaftar
Merek terdaftar dapat dihapuskan karena empat kemungkinan yaitu:
1 Atas prakarsa DJHKI;
2 Atas permohonan dari pemilik
merek yang bersangkutan;
3 Atas putusan pengadilan
berdasarkan gugatan penghapusan;
4 Tidak diperpanjang jangka
waktu pendaftaran mereknya.
Yang menjadi alasan penghapusan pendaftaran merek yaitu:
Merek tidak digunakan selama 3 tahun berturut-turut dalam perdagangan
barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali
apabila ada alasan yang dapat diterima oleh DJHKI, seperti: larangan impor,
larangan yang berkaitan dengan ijin
bagi peredaran barang
yang menggunakan merek yang bersangkutan atau keputusan dari pihak yang
berwenang yang bersifat sementara, atau larangan serupa lainnya yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah;
Merek digunakan untuk jenis barang/atau jasa yang tidak sesuai dengan
jenis barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya,termasuk pemakaian
merek yang tidak sesuai dengan
pendaftarannya.
5. Pihak yang Berwenang Menangani
Penghapusan dan Pembatalan Merek Terdaftar
Kewenangan mengadili gugatan penghapusan maupun gugatan pembatalan merek
terdaftar adalah pengadilan niaga.
6. Jangka waktu perlindungan
hukum terhadap merek terdaftar
Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum jangka waktu 10 (sepuluh)
tahun dan berlaku surat sejak tanggal penerimaan permohonaan merek
bersangkutan. Atas permohonan pemilik merek jangka waktu perlindungan merek
jangka waktu perlindungan merek terdaftar dapat diperpanjang setiap kali untuk
jangka waktu yang sama.
7. Perpanjangan jangka waktu
perlindungan merek terdaftar
Permohonan perpanjangan pendaftaran merek dapat diajukan secara tertulis
oleh pemilik merek atau kuasanya dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan
sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi merek terdaftar tersebut.
8. Sanksi bagi pelaku tindak
pidana di bidang merek
Sanksi bagi orang/pihak yang
melakukan tindak pidana di bidang merek yaitu:
Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi barangsiapa yang dengan sengaja
dan tanpa hak menggunakan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang
dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan (Pasal 90 UUM).
Pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) bagi barangsiapa yang dengan
sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada pokoknya dengan merek
terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi
dan/atau diperdagangkan (Pasal 91 UUM).
10 Sanksi bagi orang/pihak yang
memperdayakan barang atau jasa hasil pelanggaran sebagaimana
dimaksud di atas
Pasal 94 ayat (1) UUM menyatakan: “Barangsiapa yang memperdayakan barang
dan/atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan/atau jasa
tersebut merupakan hasil pelanggaran sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 90,
Pasal 91, Pasal 93, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun
atau denda paling banyak Rp.200.000.000.,00 (dua ratus juta rupiah)”
11. Permohonan Pendaftaran Merek
Permohonan pendaftaran merek diajukan dengan cara mengisi formulir yang telah
disediakan untuk itu.
dalam bahasa Indonesia dan diketik rangkap 4 (empat).
Pemohon wajib melampirkan:
surat pernyataan di atas kertas bermeterai cukup yang ditandatangani oleh
pemohon (bukan kuasanya),
yang menyatakan bahwa merek yang dimohonkan adalah miliknya;
surat kuasa khusus, apabila permohonan pendaftaran diajukan melalui
kuasa;
salinan resmi akte pendirian badan hukum atau fotokopinya yang
dilegalisir oleh notaris, apabila pemohon badan hukum;
24 lembar etiket merek (4 lembar dilekatkan pada formulir) yang dicetak di atas kertas;
fotokopi
kartu tanda penduduk pemohon; bukti prioritas asli dan terjemahannya dalam
bahasa Indonesia, apabila digunakan
dengan hak prioritas; dan bukti pembayaran biaya permohonan