PERTAMBANGAN DAN INDUSTRI
A. Pengertian
Kegiatan Usaha Pertambangan
Usaha pertambangan
merupakan kegiatan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam tambang
(bahan galian) yang terdapat dalam bumi Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 1 butir (1)
disebutkan pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam
rangka penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batubara yang
meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta
kegiatan pasca tambang. Usaha pertambangan adalah kegiatan dalam rangka
pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan
penyelidikan
umum, eksplorasi, studi kelayakan, kostruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang. Dari pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha pertambangan bahan-bahan galian
dibedakan menjadi 6 (enam) macam yaitu:
1. Penyelidikan umum, adalah tahapan kegiatan pertambangan
untuk mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi;
2. Eksplorasi, adalah
tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara
terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas, dan
sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan
sosial dan lingkungan hidup;
3. Operasi produksi, adalah tahapan kegiatan usaha
pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian,
termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak
lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan;
4. Konstruksi, adalah
kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh fasilitas
operasi produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan;
5. Penambangan, adalah bagian kegiatan usaha pertambangan
untuk memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya;
6. Pengolahan dan pemurnian, adalah kegiatan usaha
pertambangan untuk meningkatkan mutu mineral dan/atau batubara serta untuk
memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan; 7. Pengangkutan, adalah kegiatan
usaha pertambangan untuk memindahkan mineral dan/atau batubara dari daerah
tambang dan/atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan;
8. Penjualan, adalah kegiatan usaha pertambangan untuk
menjual hasil pertambangan mineral atau batubara.
Usaha pertambangan ini dikelompokkan atas:
1. Pertambangan
mineral; dan
2. Pertambangan
batubara.
Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam,
yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau
gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.
Pertambangan mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih
atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah.
Pertambangan mineral digolongkan atas:
1. Pertambangan mineral radio aktif;
2. Pertambangan mineral logam;
3. Pertambangan mineral bukan logam;
4. Pertambangan batuan.
Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang
terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan. Pertambangan batubara adalah pertambangan
endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan
batuan aspal.
Di dalam bidang pertambangan dikenal 2 (dua) jenis kegiatan
pertambangan, yakni:
a. Tambang Terbuka
(Surface Mining). Pemilihan sistem penambangan atau tambang terbuka biasa
diterapkan untuk bahan galian yang keterdapatannya relatif dekat dengan
permukaan bumi.
b. Tambang Bawah Tanah (Underground Mining). Tambang bawah
tanah mengacu pada metode pengambilan bahan mineral yang dilakukan dengan
membuat terowongan menuju lokasi mineral tersebut karena letak mineral yang
umumnya berada jauh di bawah tanah.
B. Pengertian
Industri
Istilah industri sering diidentikkan dengan semua kegiatan
ekonomi manusia yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang
setengah jadi atau barang jadi. Dari definisi tersebut, istilah industri sering
disebut sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal, pengertian
industri sangatlah luas, yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang
ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial. Disebabkan kegiatan ekonomi yang
luas maka jumlah dan macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah.
Pada umumnya, makin maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara
atau daerah, makin banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula
sifat kegiatan dan usaha tersebut. Cara penggolongan atau pengklasifikasian
industri pun berbeda-beda. Tetapi pada dasarnya, pengklasifikasian industri
didasarkan pada kriteria yaitu berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa
pasar, modal, atau jenis teknologi yang digunakan. Selain faktor-faktor
tersebut, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara juga turut
menentukan keanekaragaman industri negara tersebut, semakin besar dan kompleks
kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka semakin beranekaragam jenis
industrinya. Adapun klasifikasi industri berdasarkan kriteria masing-masing
(Siahaan, 1996), adalah sebagai berikut :
1. Klasifikasi
industri berdasarkan tenaga kerja
Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri
dapat dibedakan menjadi :
a. Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan
tenaga kerja kurang dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal yang
sangat terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga, dan pemilik atau
pengelola industri biasanya kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota
keluarganya. Misalnya: industri anyaman, industri kerajinan, industri tempe/tahu,
dan industri makanan ringan.
b. Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya
berjumlah sekitar 5 sampai 19 orang, Ciri industri kecil adalah memiliki modal
yang relatif kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih
ada hubungan saudara. Misalnya: industri genteng, industri batubata, dan
industri pengolahan rotan.
c. Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan tenaga
kerja sekitar 20 sampai 99 orang. Ciri industri sedang adalah memiliki modal
yang cukup besar, tenaga kerja memiliki keterampilan tertentu, dan pimpinan
perusahaan memiliki kemapuan manajerial tertentu. Misalnya: industri konveksi,
industri bordir, dan industri keramik.
d. Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja
lebih dari 100 orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yang
dihimpun secara kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus
memiliki keterampilan khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih melalui uji
kemampuan dan kelayakan (fit and profer test). Misalnya: industri tekstil,
industri mobil, industri besi baja, dan industri pesawat terbang.
2. Klasifikasi industri berdasarkan lokasi usaha
Keberadaan suatu
industri sangat menentukan sasaran atau tujuan kegiatan industri. Berdasarkan
lokasi unit usahanya, industri dapat dibedakan menjadi :
a. Industri berorientasi pada pasar (market oriented
industry), yaitu industri yang didirikan mendekati daerah persebaran konsumen.
b. Industri berorientasi pada tenaga kerja (employment
oriented industry), yaitu industri yang didirikan mendekati daerah pemusatan
penduduk, terutama daerah yang memiliki banyak angkatan kerja tetapi kurang
pendidikannya.
c. Industri berorientasi pada pengolahan (supply oriented
industry), yaitu industri yang didirikan dekat atau di tempat pengolahan.
Misalnya: industri semen di Palimanan Cirebon (dekat dengan batu gamping),
industri pupuk di Palembang (dekat dengan sumber pospat dan amoniak), dan
industri BBM di Balongan Indramayu (dekat dengan kilang minyak).
d. Industri berorientasi pada bahan baku, yaitu industri
yang didirikan di tempat tersedianya bahan baku. Misalnya: industri konveksi
berdekatan dengan industri tekstil, industri pengalengan ikan berdekatan dengan
pelabuhan laut, dan industri gula berdekatan lahan tebu.
e. Industri yang tidak terikat oleh persyaratan yang lain
(footloose industry), yaitu industri yang didirikan tidak terikat oleh
syaratsyarat di atas. Industri ini dapat didirikan di mana saja, karena bahan
baku, tenaga kerja, dan pasarnya sangat luas serta dapat ditemukan di mana
saja. Misalnya: industri elektronik, industri otomotif, dan industri
transportasi.
3. Klasifikasi industri berdasarkan proses produksi
Berdasarkan proses
produksi, industri dapat dibedakan menjadi :
a. Industri hulu,
yaitu industri yang hanya mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi.
Industri ini sifatnya hanya menyediakan bahan baku untuk kegiatan industri yang
lain. Misalnya: industri kayu lapis, industri alumunium, industri pemintalan,
dan industri baja.
b. Industri hilir, yaitu industri yang mengolah barang
setengah jadi menjadi barang jadi sehingga barang yang dihasilkan dapat
langsung dipakai atau dinikmati oleh konsumen. Misalnya: industri pesawat
terbang, industri konveksi, industri otomotif, dan industri meubel.
4. Klasifikasi industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Perindustrian
Selain pengklasifikasian industri tersebut di atas, ada juga
pengklasifikasian industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian
Nomor 19/M/ I/1986 yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan
Perdagangan. Adapun pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut :
a. Industri
Kimia Dasar (IKD) Industri Kimia Dasar merupakan industri yang memerlukan modal
yang besar, keahlian yang tinggi, dan menerapkan teknologi maju.
b. Industri Mesin
Logam Dasar dan Elektronika (IMELDE) Industri ini merupakan industri yang
mengolah bahan mentah logam menjadi mesin-mesin berat atau rekayasa mesin dan
perakitan
c. Aneka
Industri (AI) Industri ini merupakan industri yang tujuannya menghasilkan
bermacam-macam barang kebutuhan hidup sehari-hari
d. Industri Kecil
(IK) Industri ini merupakan industri yang bergerak dengan jumlah pekerja
sedikit, dan teknologi sederhana. Biasanya dinamakan industri rumah tangga
e. Industri
Pariwisata Industri ini merupakan industri yang menghasilkan nilai ekonomis
dari kegiatan wisata. Bentuknya bisa berupa wisata seni dan budaya