MAKALAH PENGETAHUAN LINGKUNGAN “LONGSOR DI CIANJUR”
Musim hujan yang belakangan ini terjadi memiliki intensitas yang cukup tinggi di berbagai daerah Indonesia, salah satunya daerah Cianjur. Daerah Cianjur merupakan salah satu daerah dataran tinggi yang berada di Provinsi Jawa Barat yang memiliki kontur tanah yang bisa dibilang miring bila dilhiat dari segi geografis, sehingga potensi akan terjadinya bencana longsor pada musim hujan cukuplah tinggi. Salah satu kasus yang terjadi pada waktu dekat ini terjadi pada Kamis (16/3/2017) longsor menimpa kampung di Desa Cikahuripan, Kecamatan Gekbrong, Cianjur, Jawa Barat. Longsor disertai banjir pertama terjadi pada hari Kamis dimana material longsor menghantam bagian belakang rumah warga di Kampung Pasirbedil dan Kampung
Nyelempet, hingga jebol dan satu rumah ambruk nyaris rata dengan tanah. Menjelang siang, longsor kembali terjadi di dua kampung tepatnya di Kampung Cibarengkok dan Cimaja, dimana tebing Gunung Puntang ambruk dan menutup 5000 meter persegi areal pesawahan milik warga. Longsoran tanah bercampur batu dan batang pohon, menghilangkan area pesawahan yang sebagian besar siap panen itu. Tidak hanya itu, longsor yang terus bergerak seiring hujan yang turun deras sejak dua hari terakhir, mengancam dua perkampungan tepatnya 10 rumah warga yang terletak dekat dengan tebing. Akibat dari longsor dan hujan yang terjadi telah merusak enam rumah warga sehingga terpaksa mengungsi ke rumah sanak saudaranya karena takut longsor susulan terjadi. Sedangkan 10 kepala keluarga yang rumahnya terancam masih bertahan. Selain itu longsor juga menewaskan seorang pekerja wiraswasta bernama Imat (45). Menurut Irawan (40) salah satu warga setempat mengatakan, longsor terjadi di beberapa titik lokasi, sepanjang jalan utama. ”Kebetulan, waktu itu sore hujan begitu deras. Bahkan, aktivitas sejumlah pengendara motor dan mobil melintas sempat terjebak macet beberapa jam. Saya juga sempat terjebak macet, khawatir kendaraan disapu longsoran atas bukit memang sudah gundul,” akunya, kepada Radar Cianjur, Jumat (17/3/2017). Sementara itu, Kepala BPBD Cianjur Asep Suparman membenarkan, longsor terjadi di beberapa titik di Cianjur Selatan. Akibat longsor tersebut banyak rumah yang rusak, serta jalan utama tertutup. Menurut Asep, dalam beberapa hari ke depan cuaca ekstrim akan terus muncul di Cianjur untuk itu, pihaknya terus siaga.”Kita sudah dapat informasi tentang kondisi kemungkinan terjadi bencana selama beberapa hari kedepan, makanya kita selalu standby. Bahkan kita perpanjang siaga darurat longsor sampai bulan Mei,” tambahnya. Mengingat, musim ektrim yang bakal terjadi, Asep menghimbau kepada masyarakat untuk selalu waspada. “Ya harus hati-hati, apalagi yang tinggal di daerah rawan,” pungkasnya. Kepala Desa Cikahuripan, warga dan relawan dari BPDB Cianjur, berusaha membuat tangul penahan tanah agar material longsor tidak langsung menghantam perkampungan. Bahkan disejumlah titik di kedua kampung terjadi tanah amblas, sehingga warga melakukan hal yang sama membuat tangul penahan dibagian bawah perkampuangan. Sementara tim relawan BPBD Cianjur, melakukan pendataan terkait bencana alam yang menimpa empat kampung di Desa Cikahuripan. Pemerintah berupaya menangani bencana banir dan longsor bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan guna mengantisipasi meningkatnya bencana longsor, telah membangun 72 unit sistem peringatan dini longsor di sejumlah titik. Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB mengatakan pembangunan sistem peringatan dini longsor itu bekerjasama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) dan telah dipasang selama 3 tahun terakhir, sejak 2014 hingga 2016. Menurutnya sebagian besar sistem peringatan dini longsor tersebut dipasang di Jawa yang memiliki risiko tinggi longsor seperti di Kabupaten Banjarnegara, Magelang, Kulon Progo, Banyumas, Cianjur, Bandung Barat, Trenggalek, Sukabumi, Bogor, Sumedang, Wonosobo, Garut dan sebagainya. Sistem peringatan dini longsor tersebut meliputi 7 sub sistem yang dibangun meliputi sosialisasi, penilaian risiko, pembentukan kelompok siaga bencana tingkat desa, pembuatan denah dan jalur evakuasi, penyusunan SOP, pemantauan dan gladi evakuasi, dan membangun komitmen pemda dan masyarakat. Jadi, lanjutnya masyarakat setempat dilibatkan secara langsung dalam proses pembangunan sistem peringatan dini longsor. Pasalnya, masalah utama dalam pembangunan sistem peringatan dini adalah kultural. Artinya bagaimana masyarakat memahami ancaman di sekitarnya kemudian mampu beradaptasi dan melakukan antisipasi terhadap ancaman yang ada. Informasi dari sistem peringatan dini dipercaya kemudian menjadi bagian dari perilaku kehidupan sehari-hari. Ini adalah tantangan yang sulit dalam membangun sistem peringatan dini bencana. Sutopo menjelaskan, diketahui bahwa BMKG memprediksikan Indeks ENSO sudah mengarah pada kondisi La Nina lemah dan diprediksi bertahan hingga awal 2017. Bersamaan dengan La Nina terjadi fenomena Dipole Mode negatif sejak Mei 2016. Kondisi ini diprediksi bertahan hingga November 2016. Anomali suhu muka laut yang hangat di sekitar perairan Indonesia berkontribusi menambah tingginya curah hujan di Sumatera dan Jawa bagian Barat. Tanggapan dari Pemerintah: Sebagai upaya pencegahan bencana alam yakni longsor adan banjir yang belakangan ini sering terjadi di daerah pegunungan yang memiliki kontur tanah tidak stabil, Pemerintah bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah membangun 72 unit sistem peringatan dini longsor di sejumlah titik. Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB mengatakan pembangunan sistem peringatan dini longsor itu bekerjasama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) dan telah dipasang selama 3 tahun terakhir, sejak 2014 hingga 2016. Sistem peringatan dini longsor tersebut meliputi 7 sub sistem yang dibangun meliputi sosialisasi, penilaian risiko, pembentukan kelompok siaga bencana tingkat desa, pembuatan denah dan jalur evakuasi, penyusunan SOP, pemantauan dan gladi evakuasi, dan membangun komitemen pemda dan masyarakat. Kemudian masyarakat setempat dilibatkan secara langsung dalam proses pembangunan sistem peringatan dini longsor. Pasalnya, masalah utama dalam pembangunan sistem peringatan dini adalah kultural. Agar masyarakat memahami ancaman di sekitarnya kemudian mampu beradaptasi dan melakukan antisipasi terhadap ancaman yang ada. Tanggapan dari Anggota Kelompok: Bencana longsor yang terjadi di Desa Cikahuripan, Cianjur, Jawa Barat merupakan bencana longsor yang pertama terjadi di daerah tersebut. Hal ini harusnya menjadi perhatian bagi warga daerah tersebut untuk lebih menjaga lingkungan, dengan tidak menebang hutan yang berfungsi sebagai penahan air dan tanah dari gunung mengingat saat ini curah hujan sangat tinggi. Selain itu, warga sebaiknya tidak membangun pemukiman di daerah yang struktur tanahnya tidak stabil, seperti di daerah perbukitan yang rawan terjadi longsor. Warga juga harus lebih waspada dan antisipasi bila terjadi longsor susulan karena keadaan cuaca yang tidak bisa diprediksi.