Laut-Ku Tanpa Pengawasan ( Pemerintah )
Indonesia merupakan Negara dengan kepulauan terbanyak didunia dan juga termasuk Negara dengan wilayah laut yang cukup luas, yang membentang dari sabang sampai merauke. Kekayaan hayati dan juga keanekaragaman bawah laut yang melimpah dan juga sumber ikan yang banyak dan juga terlengkap ada di Negara tercinta ini yaitu Indonesia. Kita mesti bangga
dengan apa yang dimiliki dengan Negara kita ini, tidak jarang Negara lain yang iri akan keanekaragaman hayati bawah laut yang kita miliki. Banyak macam cara yang dilakukan oleh Negara lain untuk bisa menikmati hasil keanekaragaman hayati bawah laut salah satunya dengan cara mencuri hasil ikan Negara kita, mencuri hasil biota laut kita, dan yang lebih berbahaya adalah mereka masuk ke daerah perairan Negara kita, bila mereka memilki ijin akan hal tersebut tidak lah menjadi sebuah masalah, yang menjadi masalah adalah mereka yang masuk perairan Negara kita tanpa ijin dan memasuki perairan kita seenak enaknya tanpa adanya ijin dan juga pengawalan yang dilakukan oleh Negara kita sendiri, bila mereka hanya mengambil ikan tidak jadi masalah, bayangkan bila mereka membawa sebuah racun dan membuang ya di perairan Negara kita, atau bila mereka membawa sebuah bom dan berniat merusak biota bawah laut Negara kita. Keanekaragaman hayati yang kita miliki entah itu bawah laut, udara, dan juga darat merupakan suatu kekayaan yang mesti kita jaga. Contohnya suatu Negara memiliki batas perairan laut yang telah disepakati oleh hukum internasioanal, dan itu merupakan hal mutlak yang mesti dipatuhi oleh semua Negara. Indonesia, Negeri kita tercinta banyak kecolongan peraturan perairan yang ada di Indonesia, beberapa contoh yaitu banyaknya kapal nelayan asing yang dengan mudahnya masuk keperairan Indonesia untuk mencari ikan, dan juga adanya kapal illegal yang berlayar bebas membawa barang-barang hasil illegal loging yang berasal dari Kalimantan. Contoh diatas merupakan sedikit contoh tentang kurangyna pengwasan pemerintah akan perairan kita, padahal sudah banyak AL (angkatan laut) yang di bentuk dan juga dimiliki Indonesia, tidak mungkin bila AL tidak mengetahui peraturan tersebut, ada banyak macam hukum dan juga peraturan yang dimiliki oleh suatu Negara diantaranya ZEE, United Nation Conferention on The Law of The Sea, UUD 45 dan juga perjanjian antar Negara yang disepakati oleh masing-masing negara.
ZEE telah menjadi bagian dari hukum internasional
kebiasaan. Setelah Indonesia merdeka tetapi sebelum terjadinya pembaharuan
hukum atas laut wilayah negara RI masih mendasarkan diri kepada TZMKO 1939,
yang menetapkan bahwa perairan daerah jajahan Hindia-Belanda wilayah lautnya
meliputi sejauh 3 mil laut yang diukur dari garis dasar, dan ditentukan pada
waktu air surut dari masing-masing pulau, selain itu didasarkan pada aturan
peralihan pasal 2 UUD 1945, pasal 192 Konstitusi RIS dan pasal 1942 UUDS. Dari
Deklarasi Djuanda ini, maka sebagian besar hasil perjuangan bangsa Indonesia
mengenai hukum laut Internasional tercantum dalam konfrensi PBB tentang hukum
laut yang dikenal dengan United Nation
Conferention on The Law of The Sea (Unclos)
III tahun 1982 yang selanjutnya disebut hukum laut (Hukla) 1982. pemerintahan
Indonesia merasifikan Hukla 1982 dengan UU no 17 tahun 1985. Upaya mencantumkan
wilayah NKRI dalam UU 1945 diawali dari perubahan ke dua dan terus berlanjut
sampai pada pasal 25 A tercantum NKRI adalah sebuah negara kepulauan yang
berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan haknya ditetapkan dengan
UU.
Berdasarkan Hukla, batas laut teritorial sejauh maksimum 12
mil dari laut dari garis pantai, sedangkan garis pantai didefinisikan sebagai
muka laut terendah. Jika dua negara bertetangga mempunyai jarak antara
pantainya kurang dari 24 mil laut ( 1 mil laut = 1852 m ), batas teritorial
antara 2 negara tersebut adalah Median. Adapun aturan hukum tentang wilayah
laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945, ketentuan-ketentuan
UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan :
·
Pembukaan UUD 1945 alenia IV
·
UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 )
·
UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 )
·
Ketetapan MPR no II / MPR / 1983
Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan
) yang mengimplementasikannya
·
Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang
perairan Indonesia ( Wawasan Nusantra
)
·
Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang
lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia.
·
Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang
pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah
perairan Indonesia.
·
UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen
Indonesia
·
UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi
Ekslkusif Indonesia
·
Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang
pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
·
UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan
pokok pertahanan keamanan NKRI
Persetujuan pemerintahan Indonesia dengan beberapa negara
yang berbatasan tidak lepas dengan hak dan kewajiban persetujuan yang telah
dilakukan mengatur masalah Landasan Kontinen dua negara atau lebih berbentuk
peraturan perundangan mempunyai konsekuensi untuk dilaksanakan, terjadinya
pelanggaran perbatasan berarti kemungkinan ketegangan akan timbul, oleh sebab
itu disajikan batas-batas wilayah sehingga garis batas Landas Kontinen antara :
1. Pemerintahan
Indonesia dengan pemerintahan Malaysia
Persetujuan ke dua negara tersebut bagi pemerintahan
Indonesia yang telah disahkan secara konstitusionil diwujudkan dalam bentuk
keputusan Presiden yaitu Keputusan Presiden RI no 89 tahun 1969 menetapkan, mengesahkan
persetujuan antara pemerintah RI dengan pemerintah Indonesia tentang penetapan
garis batas landas kontinen antara ke dua negara yang di tanda tangani para
delegasi masing-masing di Kuala Lumpur pada tanggal 17 Agustus 1969.
2. Pemerintah
Indonesia dengan pemerintah Malaysia dan Kerajaan Thauland
Hasil persetujuan delegasi-delegasi RI dengan Malaysia dan
Kerajaan Thailand di tanda tangani di Kuala Lumpur tanggal 21 Desember 1971 dan
oleh pemerintah Indonesia secara Konstitusional di tuangkan dalam bentuk
Keputusan Presiden pada 11 Maret 1972, yaitu Keputusan Presiden no 20 tahun
1972 tentang pengesahan persetujuan antara pemerintah RI, pemerintah Malaysia
dan Kerajaan Thailand dalam penetapan garis-garis batas Kontinen di bagian
utara selat Malaka.
3. Pemerintah RI
dengan Pemerintah Thailand.
Hasil persetujuan antara pemerintahan RI dengan pemerintahan kerjaan Thailand
membicarakan batas landas kontinen dua negara dibagian selat Malaka dan di laut
Andaman, untuk memisahkan bagian kedaulatan ke dua negara di bagian wilayah
Kontinennya dan di tanda tangani di Bangkok pada tanggal 17 Desember 1971 dan
oleh pemerintahan RI disahkan dalam bentuk keputusan Presiden yang ditetapkan
pada tanggal 11 Maret 1972, yaitu keputusan presiden no 21 tahun 1972.
4. Pemerintah RI
dengan pemerintah Filipina.
Sistem yang dianut Filipina dalam penetapan batas landas
kontinennya adalah sistem yang sama dengan yang dianut oleh Indonesia yakni
Middle Line atau Ekuedistant, baik Indonesia maupun Filipina kedua nya adalah
negara kepulauan. Pada bulan Mei 1979 Filipina mengumumkan ZEE 200 milnya,
dengan terjadinya penetapan batas tersebut oleh masing-masing pihak dan diukur
dari garis-garis pangkal darimana diukur laut teritorial masing-masing yang
mengelilingi kepulauannya, maka di baigian selatan Filipina ( selatan Mindanau
) dan bagian utara Indonesia ( Laut Sulawesi dan Sangir Talaud ).
5. Pemerintah RI
dan pemerintah Vietnam
Vietnam telah mengeluarkan pernyataan mengenai wilayah
perairannya pada tanggal 12 Mie 1977 dan menetapkan UU Maritimnya pada bulan
Januari 1980. Dalam UU tersebut ditetapkan bahwa wilayah maritim Virtnam adalah
sejauh 200 mil laut dengan perincian 12 mil laut Teritorial, 2 mil wilayah
menyangga dan selebihnya ZEE. Menurut Guy Sacerdotti dalam tulisannya tahun
1980 menyebutkan bahwa pihak Indonesia berpendirian bahwa tidak ada wilayah
yang tumpang tindih dengan pihak Vietnam.
6. Pemerintah RI
dengan pemerintah Papua Nugini
Kedua negara sudah membicarakan sebelumnya pada bulan Mei 1978
yang menegaskan bahwa perjanjian-perjanjian dahulu tetap mempunyai daya laku
dan akan diadakan persetujuan final mengenai penetapan ke dua negara, juga
dalam pernyataan bersana tersebut disebutkan bahwa tindakan-tndakan yang
diambil oleh pihak Papua Nugini untuk menetapkan Zona perikanan 200 mil serta
kebijakannya dalam pergolakan sumber-sumber daya hayati dalam zona tersebut
diakui.
Aturan-aturan
dalam suatu Negara haruslah ditegakan,
kita harus tegas kepada siapa saja yang melanggar akan terkena sangsi yang berlaku.
Jangan lah takut Karena Negara yang melanggar merupakan Negara yang paling
banyak membantu ataupun banyak memberikan banyak hal, bisa seenaknya bebas
melanggar peraturan kelautan yang telah ada di Negara kita ini, karena bila
kita meloloskan satu maka banyak pihak yang akan mencoba melakukan hal sama,
dan bila itu terjadi maka tidak bergunalah semua UUD , peraturan dan juga semua
perjanjian yang dibuat. Bersikap keras mungkin itu adalah salah satu solusi
yang harus Negara kita lakukan, keras dalam hal ini adalah kita mesti tegas
tidak memandang berat sebelah kepada pihak manapun, karena itu sangat
membahayakan keanekaragaman hayati kita juga membayakan kesejahteraan dan
kenyaman warga Negara kita sendiri. Untuk apa pemerintah mengalokasikan banyak
biaya unutk petahanan, bila Negara kita tetap lembek, membiarkan Negara lain
mencari celah untuk bisa mencuri dari kita. Mulai berbenah sebelum terjadi hal
yang lebih berbahaya dari sekedar mencuri.
Semua hal
yang berkaitan dengan kenyamana warga Negara merupakan hal utama yang mesti
dilakukan setiap Negara terhadap warga negaranya, entah itu udara, laut maupun
darat. Laut merupakan wilayah yang mudah dijamah dan juga mudah dilalui tanpa
diketahui. Pengetattan, pengawasan, dan juga patroli rutin merupakan salah satu
wujud kepedulian suatu Negara untuk mempertahankan kedaulatan mengenai
batasan-batasan suatu Negara. Memberi sangsi tegas kepada siapapun tanpa pilih
kasih merupan kunci utama agar terwujudnya semua aturan dan juga UUD yang telah
ada.
Daftar pustaka : http://indonesiadalamsejarah.blogspot.com/2012/04/hukum-laut-indonesia.html
(di akses pada tanggal 23 April pada jam 22:00)